A thread about emotionally immature parents
Contents
A thread about emotionally immature parents Writen by @disyarinda
Gimana rasanya dibesarkan oleh orang tua yang tidak matang secara emosional? Apa yang terjadi pada diri kita di usia dewasa? Aku yakin, ini banyak yang bisa relate.
Apa itu emotionally immature parents (EIP)?
Sederhananya, EIP adalah ortu yang mengalami emotional loneliness selama masa perkembangan kanak-kanak. Kondisi ini apabila gak disadari dan diatasi maka berpotensi menjadi tidak matang secara emosional di usia dewasa, saat jadi ortu.
Seumur hidup dari lahir hingga akhir hayat, setiap manusia membutuhkan emotional intimacy. Awal mulanya dibangun dari lingkup terkecil dan disediakan oleh orang tua & keluarga. Sayangnya, gak semua ortu sadar & mau ngerti bahwa ngebangun emotional intimacy itu penting banget.
Yang kayak gimana yg disebut emotional intimacy?
Ada banyak bentuknya, dari yang paling mendasar seperti oang tua mau mendengarkan, memahami, menerima, terbuka, terhubung, dekat, percaya, dan sebagainya sehingga anak merasa aman & nyaman bersama orang tua. Orang tua mengenali anaknya dan bukan semata2-mata menilai.
Kurangnya emotional intimacy berpotensi menumbuhkan emotional loneliness.
Kalau orang tua berusaha untuk mampu genuine membangun relasi dengan emotional intimacy, maka tak perlu waktu lama juga anak akan bisa merasa nyaman & aman, terbuka dan respect kepada orang tua.
Emotional loneliness yg tidak disadari & diatasi inilah yang pada akhirnya dapat diteruskan ke anak dalam pola asuh, ketika menjadi orang tua. Maka, saya berharap dengan thread ini. Apabila kita merasa emotional intimacy-nya tidak dipenuhi oleh orang tua kita, semoga kita tidak meneruskannya ke anak kita kelak.
Lalu, gimana sih rasanya jadi anak yg dibesarkan oleh emotionally immature parents (EIP)?
Disclaimer: thread ini gak dibuat utk menyalahkan ortu & pengalaman masa lampau. Jadikan ini sebagai bahan refleksi agar kedepannya kita mampu jadi orang dewasa yang matang secara emosional !
1. Komunikasinya susah
EIP cenderung komunikasi satu arah, entah hanya dia yang ngomong (merintah, menuntut, dll) atau diam diam saja alias jarang merespon dengan baik. Jadi kalau mau diskusi agak susah karena orang tua seringkali memaksa pendapatnya atau gak jelas arahannya apa.
EIP juga biasanya ingin jadi pusat perhatian dalam pembicaraan. Memaksa agar orang lain mendengarkannya. Jadi kalau menurutnya gak ada yang mendengarkannya, alih-alih introspeksi dan asertif, malah ngambek. Tapi sendirinya gak mau dengerin orang lain
2. Sikap & perilaku EIP bikan anak merasa kesal atau marah
Seringkali EIP menunjukkan sikap/perilaku yang menyebalkan tetapi tidak terima kalau ada yang menganggapnya demikian. Ada beberapa kemungkinan respon anak dalam kemarahan di kondisi ini. Dua respon yang paling sering adalah:
a. Anak memendam amarahnya dan/atau dialihkan ke hal lain atau orang lain karena takut kemarahannya malah bikin makin situasi kacau
b. Anak bersikap pasif-agresif, jadi tampak kalem padahal hatinya dongkol sekali
3. EIP gak mau sebel sendirian
Pada banyak situasi, ketika EIP lagi sebel, dia juga mau semua orang di sekitarnya ikutan sebel sama apa yg lagi dia sebelin. Seringkali anak dari ( emotionally immature parents ) EIP ini jadi waswas dan takut salah dalam bersikap. It’s like walking on eggshells
Bagi EIP, kemarahannya atau perasaan sebelnya hanya bisa diatasi oleh orang lain. Marahnya hanya akan reda apabila orang lain melakukan sesuatu yg menenangkan atau menyenangkan. Dan biasanya, anak-anaknya lah yg dianggap bertanggung jawab untuk itu
4. Gak peka dan sulit berempati
Ingin dimengerti tapi gak mau mengerti. EIP gak terbiasa utk ambil perspektif lain. Apa yang menurutnya benar adalah absolut. Anak jadi kurang punya kesempatan utk merasa dipahami dan saat dewasa, anak sering bingung sama emosinya sendiri.
Kalau anak menegur sikapnya dan menyampaikan apa yg dirasakan, EIP ( emotionally immature parents ) cenderung defensif. “Ya, Bapak/Ibu kan emang begini orangnya.” “Pokoknya Bapak/Ibu dah ngasih tau, terserah kamu aja lah.”
5. Susah dibujuk kalau dah ngambek
Biasanya EIP menunjukkan sikap ‘guessing game’ alias ayo tebak isi hati & pikiranku tanpa harus kukasih tau~ Seolah menyiratkan: “Kamu kan anakku, gak usah dikasih tau juga harusnya kamu tau dong!”
Kondisi ini kerap membuat anak jadi mudah cemas dan merasa bersalah. Beberapa orang dewasa ragu-ragu & gak pede tiap ngambil keputusan karena sejak kecil terbiasa kena ‘guessing game’ atau ‘silent treatment’ dari ortu.
6. Jarang mengakui kesalahan dan (apalagi) minta maaf
Bahkan ketika EIP sadar dia melakukan kesalahan, alih-alih ngaku, mereka cenderung menyalahkan orang lain dan nyari ‘kambing hitam’. “Ya abisnya kamu sih begini, kalau gak kan Bapak/Ibu gak begitu.” Iya. Iya.
Minta maaf dari EIP mungkin jadi kalimat paling mahal & paling asing yg didengar anak. Bagi sebagian besar EIP, minta maaf itu gak perlu *formally* bilang “Bapak/Ibu minta maaf ya, Nak.” Minta maaf itu dengan… yaaa semua kembali kayak biasaaa laaachh~
7. Pengennya anak-anak auto nurut
EIP punya unrealistic expectation, yaitu anak akan meniru apa yang dia lakukan… tapi dengan sikap yang (menurutnya) sempurna baiknya. Kalau gak gitu, mereka anggap anaknya gak nurut. Ini berpotensi bikin anak saat dewasa merasa ‘not good enough’ 🙁
8. Self-esteem EIP ada pada kepatuhan anak
Mereka cenderung menilai anak secara kaku “nurut atau engga”, there’s no in between. Makanya EIP juga sering disebut punya fragile self-esteem karena apa yg membuatnya feel okay itu dari penilaiannya terhadap orang lain. Haduhaduuuh.
9. Peran tiap orang di keluarga tuh *keramat* bagi EIP
Kebutuhan utama mereka adl dihormati & dituruti, jadi di mata mereka keluarga itu perlu ada semacam ‘struktur’. Gak ada kesetaraan. Jadi, kalau ada yg dianggapnya gak sesuai peran & gak submisif bisa bikin mereka jengkel.
“Apaaah? Anak gak sesuai sama ekspektasiku?? Ndak mau tau alasannya apa, pasti kamu yg salah jadi kamu yg harus berubah yah anakkuuuu~ Dah, ndak usah macem-macem, ikutin aja.”
10. Membangun relasi bukan didasari intimasi tapi dependensi
EIP lebih seneng sama anak yg bisa dependen ke mereka. Semakin anak dependen dan tampak butuh mereka, semakin mereka merasa sebagai orang tua yang *baik*. Karena anak yg dependen biasanya nurut.
Makanya EIP kurang suka anak yg mandiri & bisa speak-up. Bagi mereka itu ancaman. Nah, inilah yg seringkali melandasi adanya ‘anak kesayangan’ untuk mereka, biasanya yg bisa nurut & ngikut.
11. EIP memaknai waktu secara gak konsisten
Waktu paling ‘tepat’ bagi EIP adalah sekarang. Bukan mindful ya, artinya EIP memandang masa lalu dan masa depan terjadinya SEKARANG. Makanya sering ngungkit masalah di masa lalu atau nakut-nakutin yg terjadi di masa depan
Sering juga nih, EIP ( emotionally immature parents ) punya pola begini: Janjiin sesuatu — gak ditepati — minta maaf (tapi gak sungguh-sungguh, biar cepet adem aja) — tersinggung & marah kalau orang lain membahas kesalahannya — janjiin lagi — dan seterusnya
Nah begitulah kurang lebih apa yg dirasakan anak yg dibesarkan oleh emotionally immature parents. Gak ada ortu yg sempurna tapi jauh lebih baik kalau ortu mau terus belajar memahami & mencoba mengakui kesalahan. Dekatlah, kalaupun gak secara fisik tapi coba secara emosional